Resiko Perempuan Aktif di Ranah Publik



Aku ingin bertanya, apa aku benar-benar gadis yang jahat? Tak punya hati? Hanya bisa menggunakan rasionalitasnya saja? Terlalu high-level? apa aku harus merasa bersalah dengan semua orang diselilingku… apa aku harus selalu memahami dan mengikuti orang-orang yang ada di sekelilingku? Harus mengurangi kecepatan otakku dan meredakan semangatku yang memang tak pernah padam untuk berbuat baik dan menjadi lebih baik. Ambisiuskah? Individualistik kah?

Katanya si gadis keras kepala, berkemauan baja, mandiri, individualis, ambisius, sangat rasional, teguh pendirian, militan, idealis! benarkah? Hingga banyak yang menarik kesimpulan subjektifitas bahwa aku adalah gadis yang terlalu tangguh untuk diajak berbagi hatiku, ditolong, dikasihani, atau sekedar empati. Se-kokoh itukah? Saat ku lihat dimanapun berada bagaimana perlakuan yang diterima oleh gadis-gadis lainnya, yang berusaha diberi perlindungan apalagi saat forum publik perlakuan special yang diperoleh karena perempuan. Walau kadangkala aku juga mendapat kemudahan tapi karena perjuangan dan kerja keras. Perempuan tangguh jika di ranah publik sering dianggap ancaman daripada partner entah bagi laki-laki atau perempuan itu sendiri. Jadi wajar ditekan dan dibuat dia sendiri merasa bersalah dan lelah.

Kadang aku berpikir apakah terlalu parno? Gila…aku terlalu naïf jika harus mendewakan sensitifitas manusiaku, membuang energi hanya untuk menekuri nasib. Mungkin ini titik jengahku pada bagian lain duniaku? apa mungkin aku mau kembali jadi "perempuan" layaknya konsensus masyarakat? Nalarku harus bergerak, yah! saat rasa juga berbicara bahwa kebermanfaatan hidup sebagai makhluk Tuhan akan berjalan kalau kita sudah mampu "menolong" diri kita sendiri? ini amanat hidup di dunia dan akhirat.

Ku pilih tutup telinga walau sejatinya aku mendengar apa-apa yang menyerang hidupku, serangan ini kupakai sebagai kekebalan hidupku. Dan akhirnya inilah aku, hasil kontemplasi seluruh terpaan jalanku dari awal ku lahir di dunia hingga saat ini. Tak tahu dua atau lima tahun lagi terpaan apa lagi yang menjadi stimulan imunitasku.

Biarlah Tuhan menjawab keresahanku ini, karena memang Dia-lah sang Pemilik Hidup. Aku… hanya akan berjalan sesuai jalan-Nya, biarlah waktu bersama semangat dan ambisi hidupku yang terus berkobar, walau banyak yang mengatakan aku telah gagal menjadi gadis sejati yang hatinya terlalu rapuh jika tak disimpan dalam etalase kaca, atau gagal meretas menjadi istri dan ibu sholehah. Hatiku pun akan berkata aku adalah seorang makhluk Tuhan yang dituntut untuk selalu meperbaiki hidupnya, agamanya, bangsanya, dan akhirnya menjaga keluarganya. Itu saja cukup!

Posting Komentar

0 Komentar