Pidato Iftitah Muktamar IPM ke-18 di Palembang


Bersama Menpora RI, memasuki arena Muktamar IPM
Assalamu’alaikumWarohmatullahiWabarokatuh

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan kekuatan untuk mengemban amanah pada ikatan tercinta kita, Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Muktamirin yang kami hormati, Muktamar sebagai permusyawaratan tertinggi di IPM yang akan menetapkan arah kebijakan untuk IPM selanjutnya serta memilih kepemimpinan baru yang akan menjalankan amanah kebijakan tersebut. Tentunya menjadi momentum yang menarik dan kondusif saat seluruh kader pimpinan berkumpul dalam satu forum untuk melakukan evaluasi dan refleksi progressifitas gerakannya.

Menjadi momentum yang menarik untuk menyalurkan seluruh energi dan pikiran positif kita menjaga eksistensi perjuangan IPM, agar tidak terjebak pragmatisme dari kepentingan-kepentingan politis dan suksesi semata. IPM ke depan tidak sekedar membutuhkan pemimpin baru tetapi ada arah kebijakan yang akan menjadi koridor kepemimpinan tersebut. Independensi inilah yang harus dijunjung tinggi, menjauhkan diri dari intervensi yang akan menciderai organisasi.

Tema besar yang diusung oleh tim materi yakni, “Menumbuhkan KesadaranKritis, Mendorong Aksi Kreatif untuk Pelajar Indonesia yang Berkarakter.” Dengan 3 kata kunci : Kesadaran kritis, aksi kreatif dan pelajar berkarakter. Merupakan suatu kerangka gerakan yang berangkat dari kesadaran melihat realitas secara sistemik dengan aksi yang tidak biasa dalam mewujudkan pelajar berkarakter yang berbasis keimanan dan kebangsaan.

Isu pelajar akan tetap konsisten diperjuangkan oleh IPM, saat IPM masih teguh memegang nomenklaturnya sebagai organisasi kepelajaran. Tak dapat dipungkiri realitas pendidikan bangsa yang carut-marut sangat membuat miris pelaku pendidikan kita.

Indonesia sebagai Negara pluralis yang memiliki landasan hukum berkewajiban untuk mencerdaskan rakyanya, Pemerintah telah mengingkarinya. Lembaga pendidikan yang seharusnya menghasilkan manusia dewasa terdidik, bijak dalam melihat fenomena kehidupan, sesuai dengan maksud pendidikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik. Realitasnya malah menjadi perusahaan jasa pencipta tenaga kerja terampil oleh parakapitalis atau malah menjadi lembaga indoktrinitas kepentingan politik para penguasa, parahnya malah menjadikannya sebagai laboratorium untuk meningkatkan “gengsi”si pembuat sistem. Sistem terus berubah bersama dengan actor sistem yang berubah padahal pelaku pendidikan belum tuntas melaksanakan atau hanya sekedar tahu dan paham saja terhadap system terus berganti. Bukannya anti-perubahan, tetapi bagaimana alat ukur dapat mengukur dengan tepat jika proses tidak berjalan dengan tepat. Stakeholder pemerintah harusnya mengurangi “egosentris” memunculkan diri dari masing-masing lembaga yang diusung. Lebih fatalnya jika penyusunan kurikulum based on issue, akan semakin menambah target capaian belajar tanpa ada internalisasi input pengetahuan yang matang.

Institusi pendidikan seperti pabrik pembuat manusia robot yang tercipta berdasarkan kepentingan rezim. Sehingga proses kreatifitas dalam pendidikan itu sendiri lambat laun akan beku. Institusi pendidikan harusnya menjadi ruang yang nyaman dan tidak memenjarakan kreatifitas, tidak memposisikan pelajar sebagai objek dari “monarki” system pendidikan yang mendikte bahkan membunuh perkembangan dan kecerdasan anak. Kurikulum pendidikan sebagai sistem integral dari nilai kemanusiaan secara utuh, fleksibel dan dialogis.

Dalam sebuah pendidikan sebagai proses pembelajaran adalah upaya mengubah manusia menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak memperlakuan pendidikan sebagai relasi subjek-objek, pemberi-penerima, pembentuk-dibentuk, tetapi adalah proses dialogis dengan sebuah proses penyadaran kondisi apa kita serta saling memahami prespektif dari pihak yang akan dikenai suatu kebijakan tersebut. Makna dari perubahan hanya ada apa bilaada pemberdayaan dari kesadaran potensi yang dimiliki serta upaya advokasi dari hasil-hasil kreatif yang telah dilakukan.

Sisi lain dari realitas bangsa besar yang multicultural, semakin tidak menghargai budaya luhur bangsa seperti saling menghormati, tenggang-rasa, ramah, peduli, kesukarelawanan sosial, dll. Sejarah telah mencatat bahwa pendidikan di Indonesia telah mencetak manusia-manusia yang tidak paham akan keberagaman sehingga banyak terjadi konflik disana-sini tanpa sebuah solusi, bagai lubang yang terus menganga dan siap memakan korban ulang walau sedikit saja lengah. Hal ini disebabkan karena sebuah egoisme kelompok elit yang eksklusif dalam belajar menghargai dan memahami kelompok lain. Ada pula manusia-manusia yang hanya paham akan usaha pencapaian materi semata. Pendidikan yang seharusnya menjadi lembaga pencerahan paradigma  tentang wacana keunikan individu dan kelompok.

Tak ayal pelajar pun sebagai kelompok yang terkena langsung oleh kebijakan dari pendidikan tersebut tak terhindar dari proses pemodelan dari institusi yang semakin konservatif dan kapitalis ini, yang selalu bertuan dan bertuhan pada pemilik modal dan penguasa. Pelajar semakin agresif dan anarkhis, sementara Negara hanya bias menyalahkan dengan memberikan 'resep obat' tanpa ada diagnosis yang tepat apalagi melihat sikap itu sebagai bentuk proyeksi dari apa yang dipikirkan oleh pelajar.

Salah satu penyebabnya karena proses kemanusiaan dalam pendidikan belum tuntas dengan beban sosial yang semakin akut. Saatnya setiap penyusunan kebijakan di dunia pendidikan menggunakan prespektif kebutuhan pelajar sebagai pihak yang akan dikenai dari kebijakan tersebut.

Oleh sebab itu dalam Muktamar IPM yang ke-18 ini saat bangsa mengakui eksistensi IPM sebagai OKP terbaik Nasional dan ASEAN pun memberikan penghargaan sebagai Ten Accomplished Youth Organization (TAYO), IPM harus mengagas ide-ide gerakan untuk pelajar yang benar-benar menggunakan prespektif pelajar. Bukan memaksakan egosentris elit pimpinan dan kader dari sesuatu yang melambung tak berpijak pada bumi. Pelajar adalah pelajar yang ada masa menikmati masanya dengan tetap kritis tanpa menghilangkan fase perkembangan itu. Terus berkarya dan Perjuangan Pelajar Tiada Pernah Berhenti!!!

NuunwalQolamiwamaaYasthuruun
Wassalamu’alaikumwarohmatullahiwabarokatuh.

Danik Eka Rahmaningtiyas
Ketua Umum PP IPM


Posting Komentar

0 Komentar