Aktivis : Prosesku Menjadi Manusia



Pertama kali aku berkenalan dengan organisasi saat kelas 4 SD, saat ibu mulai khawatir dengan kelakuan hyper-active dan energi berlebihku. Ibu mengumpulkan informasi organisasi remaja yang mengajarkan akhlaq, keilmuan, kepemimpinan dan kreatifitas. Akhirnya ketemulah dengan IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah), dimana anggotanya remaja usia SMP dan SMA yang rata-rata berprestasi.

Aku menjadi anggota di bawah umur, karena dalam AD/ART IRM usia anggota adalah 12-21 tahun. Saat itu aku sangat bersemangat walau sekedar pupuk bawang. Meskipun anak yang hyper-active, aku sangat pendiam dan pemalu tampil di depan orang banyak. Namun bila diberi kesempatan tidak pernah menolak dan mau belajar.

Alhamdulillah saat kelas 6 SD aku dipercaya jadi peserta kaderisasi tingkat dasar utusan dari Ranting Sumberan (setingkat dusun, sekolah, masjid atau panti asuhan). Inilah awal mula aku belajar tentang konsep Theologi Al-Mauun atau sering disebut Tauhid Sosial. Bahwa seseorang yang semakin bagus keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, makan akan semakin bagus pula kepedulian sosial pada sesama manusia.

Sepulang dari pengkaderan tersebut, aku dipercaya menjadi sekretaris bidang Kajian Dakwah Islam di Ranting Sumberan. Jangan bayangin tugasnya sekeren ustadzah ya... karena tugas sekretaris bidang menyiapkan jadwal pengajian rutin, menyusun silabus materi ceramah, mencari mubaligh dan petugas pengajian hingga mengantar undangan ke rumah-rumah anggota. Karena teman-teman sudah mulai bosan pengajian di masjid, sesekali pengajiannya digilir ke rumah-rumah anggota atau tadabbur alam seperti di sawah atau gunung terdekat. Ohya, inilah awal mulaku belajar administrasi, manajerial acara dan koordinir massa.

Setiap jenjang perkaderan aku ikuti dengan tertib hingga perkaderan tertinggi tingkat Nasional yang banyak mengajarkan analisis sosial dan kebijakan salah satunya logical framework analysis yang saat ini sering ku gunakan. Saat itu usiaku 18 tahun, hingga dosenku bertanya darimana aku bisa  belajar pisau analisis ini. Ternyata dengan berorganisasi banyak sekali manfaat keilmuan bagi kita.

Selain berusaha tertib dengan jenjang perkaderan, aku selalu mencoba tertib untuk masuk di jenjang kepemimpinan. Satu jenjang  saja kita lewati, kita sudah memotong alur berfikir kita dalam memahami masa dan kebijakan. Karena setiap jenjang memiliki karakter psikologis dan kebijakan yang berbeda.

Sempat mengalami pasang surut semangat, apalagi perempuan yang terus bergerak tentu tidak mudah melawan tirani patriarki yang selalu berkedok agama dan norma sosial. Pernah lelah dan ingin berhenti bergerak, ya itu wajar. Tapi ku pikir ini sangat egois hanya mengejar zona nyaman sementara banyak ide & gerakan yang harus diperjuangkan. Alhamdulillah, selain tuntas tingkat perkaderan tuntas pula jenjang kepemimpinan sebagai Ketua Umum di tingkat pusat. Berkat kerjasama teamwork yang hebat, tahun 2011 berhasil mengantarkan IPM sebagai OKP terbaik tingkat Nasional dengan pilot project sekolah adil gender, koperasi pelajar, parlemen pelajar (advokasi teman sebaya) dan citizen jurnalism. Tahun 2012 mendapatkan penghargaan ASEAN TAYO (Ten Accomplished Youth Organization) di Thailand.

Bukan hanya di IPM, organisasi apapun yang kita ikuti asal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila harus diikuti dengan sungguh-sungguh tanpa paksaan. Akan berbeda hasilnya jika kita hanya free riders. Dengan berorganisasi kita belajar survive, negosiasi & manajerial. Namun kualitas & ketahanan kita akan  semakin tinggi jika kita menegang teguh 3 hal, yakni : pengetahuan yang luas, mau bekerja gak omong doank, dan berkomitmen pada kejujuran.


Posting Komentar

Instagram

DANIK EKA RAHMANINGTIYAS | Designed by Oddthemes | Distributed by Gooyaabi