Dua tahun belakangan ini gaya hidup minimalis ramai diperbincangkan di Indonesia, mulai dari yang ngomongin dikit-dikitan barang sampai konsep minimalis bagian dari sustainable living.
Aku sih awalnya nyasar nemu video di Youtube yang membahas tentang minimalism, gara-garanya suka lihat arsitektur dan desain interior yang berkonsep minimalis. Video yang diunggah oleh The Minimalism dengan judul Minimalism : A Documentary About the Important Things tersebut cukup menggugah dan ternyata banyak hal yang related dengan gaya hidupku selama ini.
Saat itu aku coba search minimalism Indonesia, agak susah sih... tapi akhirnya ketemu videonya mbak Maurilla Sophianti Imron inisiator Zero Waste Indonesia. Lalu ada video bang Raditya Dika yang ngejual-jualin jam mahalnya. Plus lihat video-video lama interview mbak Desi Anwar yang meaningful banget.
Selanjutnya untuk menjawab rasa penasaranku pada konsep hidup ini, aku mulai mencari buku karya influencer dari gerakan ini. Aku membeli beberapa buku di Gramedia Matraman yang diletakkan dalam rak tema-tema declutering dan beberes rumah. Bermaksud supaya pemahamanku tentang konsep hidup ini lebih integral, beberapa buku berikut ini akhirnya ku beli.
- Goodbye, Things : Hidup Minimalis ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki. Dia mengaku bahwa dirinya bukan ahli dalam hal minimalisme, hanya seorang karyawan yang tertekan di tempat kerja, tidak percaya diri, dan suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Sampai suatu hari dia memutuskan untuk mengubah gaya hidupnya. Menurutnya dimensi minimalism itu sangat personal banget dan ukurannya tiap manusia berbeda-beda, karena itu ada proses berbicara dan mengenali diri sendiri.
- Seni Hidup Minimalis, dengan judul aslinya The Joy of Less karya Francine Jay yang dikenal dengan sebutan Miss Minimalis. Jay menulis cara hidup minimalis di www.missminimalist.com dan mengembangkan metode STREAMLINE yang mudah dan efektif.
- Bebenah Jadi Duit, dengan judul asalnya The Money-Making Power of Tidying Up karya Yoon Sun-hyun. Dia seorang tokoh yang memperkenalkan kegiatan berbenah di Korea sekaligus seorang konsultan pada bidang tersebut.
- The Tipping Poin, karya Malcom Gladwell seorang pria Inggris yang dibesarkan di Kanada. Dimana dalam buku itu dia membahas suatu keajaiban saat ide, perilaku, pesan, dan produk menyebar seperti wabah penyakit menular.
Selain dari buku-buku tersebut, aku juga membaca beragam tulisan yang tersebar di berbagai blog. Yas! Banyak definisi tentang minimalism. Ada yang menganggap bahwa menjadi minimalist itu harus memiliki perabotan model minimalis dengan warna senada; memakai produk organik hingga mengganti seluruh barang yang dimiliki; bahkan ada yang terfokus pada dikit-dikitan barang atau bahkan menominalkan batasan jumlah barang yang boleh dimiliki. Mulai lahirlah SJW minimalism, gak dikit gak minimalis! gak pakai barang model minimalis atau organik gak minimalis! *SJW (Social Justice Warrior)
Maka muncullah istilah miskonsepsi minimalism yang sering ditujukan pada definisi-definisi tertentu. Cara mendefinisikan konsep hidup minimalis yang berbeda setiap orang itu sah-sah saja, lha wong concern tiap orang tentang hidupnya juga berbeda. Tapi jangan sampai memaksa definisi tunggal apalagi menganggap gaya hidup kita paling benar, paling meaningfulness.
Minimalism itu sendiri sebagai perlawanan pada maksimalisasi yang sering diarahkan pada hedonisme dan konsumerisme. Setahun aku belajar tentang beragam pendekatan dan teknik dalam minimalism, supaya gak tiba-tiba latah declare sebagai minimalist tanpa esensi. Sebuah proses mencari-cari, apa sih sejatinya menjadi minimalist itu? Akhirnya aku menemukan lima unsur minimalism, hasil kontemplasi selama setahun ini yakni: Cinta, Fungsi, Syukur, Optimalisasi, dan Efektifitas. Nah, apa maksud dari 5 unsur itu? akan aku bahas dalam artikel berikutnya. Ditunggu ya...
Posting Komentar