Ibuku, Inspirasiku.



Ibuku inspirasiku, aku harus bisa seperti ibu yang tidak mengenal rasa gengsi dan lelah untuk membesarkan putra-putrinya. Walupun kusadari banyak orang yang mengatakan ibuku adalah sosok yang tidak terlalu pandai, ndeso, kurang disiplin dan managemennya kurang matang dalam merancang aktifitasnya. Tapi kusadari banyak kekuatan besar yang harus ku contoh dari ibuku…


Ibuku adalah seorang yang tidak pernah mengeluh dengan beban berat yang dipikulnya, selalu menerima dengan senyuman dan menjaga setiap nafkah yang diberikan oleh abah walaupun sedikit bahkan mungkin tidak cukup, tidak ada rasa gengsi melakukan pekerjaan kasar, berupaya memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, lebih memilih menghindari konflik, dan tidak suka nonggo/ngerumpi.

Ku lihat pekarangan di samping rumah yang penuh dengan sayur-mayur, toga, buah-buahan, itu semua hasil sentuhan tangan ibuku. Kata beliau, ingin anak-anaknya bisa makan seperti anak-anak yang lain, karena ibuku tidak bisa membeli ya harus menanam. Alhamdulillah masih ada lahan yang bisa ditanami. Belum lagi ibu masih memelihara ayam dan ikan. Alasannya juga sama, ingin anak-anaknya jadi sehat dan cerdas.

Ibu… jika kulihat ibu berbelanja untuk kebutuhan sehari-harinya hanya pada kebutuhan yang tidak bisa diproduksinya sendiri seperti gas, minyak goreng, sabun, pasta gigi, dll. Mungkin kalau ibu bisa membuat, tambak garam dan terasi, ibu akan membuatnya.

Ibuku luar biasa! dia juga tidak jarang-jarang mencari rumput untuk sapi peliharaan abah. Juga tidak malu dan mengenal lelah saat musim tanam dan panen, mulai menyiapkan makanan pekerja sampai ikut turun ke sawah juga. Ibuku juga rajin ke sawah walau hanya sekedar membersihkan belukar dan menanami sayur-mayur di pinggirannya. Pulang-pulang pasti ibu membawa rumput 1 karung yang diboncengnya dengan sepeda karena ibu gak berani naik motor, belum lagi sayur-mayur 1 keranjang besar penuh. Alhamdulillah ibu masih teguh memakai jilbabnya walau sangat kusut.

Ibu tak peduli walaupun seorang istri mantan guru SPG (Sekolah Pendidikan Guru, sangat populer di kampung saat itu). Sesampai di rumah ibu mencuci sayur-mayur yg banyak itu lalu diikat yang rapi. Ibu membagi-bagikannya pada mbah uti, bude, tante, dan tetangga-tetangga disekitar rumah. Itu kebahagiannya sendiri, berbagi sayur ^_^

Kini usia ibuku 44 tahun, beliau menikah dengan abah ketika berusia 20 tahun. Perawakannya kecil dan kulitnya coklat matang karena terlalu sering dijemur di terik matahari. Sebenarnya ibuku masih muda, banyak pula yang bilang ibu adalah kakakku. Usiaku kini 23 tahun, memang tidak terlalu jauh selisihnya… namun ibu kurang begitu peduli dengan penampilannya karena menurutnya untuk itu butuh dana besar, dan nanti dampaknya tidak cukup untuk biaya anak-anak. Ibu selalu sederhana dalam berfikir dan melihat sesuatu, harapannya hanya ingin anak-anaknya seperti anak-anak yang lain bisa bersekolah, beli baju yang layak, makan sehat dan bergizi, dan mampu bermanfaat tiap adanya.

Mungkin juga tidak salah jika banyak orang yang bilang ibuku ndeso/norak dalam padu-padan pakaian, tidak paham tentang kosmetik dan jarang bahkan tidak pernah ke tempat-tempat bonafit. Memang ibu seorang yatim sejak kecil dibesarkan oleh ibu yang buta aksara, dari desa miskin tidak berpendidikan, jarang melihat kota, keluarga besar dari 1 ayah 3 istri. Saat sekolah sampai duduk di bangku PGA Negeri Jember kelas 2 dan harus keluar karena tidak ada biaya, ibu ikut bekerja pada kakak tirinya. Ibu benar-benar tidak bisa menikmati sesuatu yang lebih karena ibu sudah merasa cukup bisa makan, tidur, dan sekolah. Sisanya nenek yang juga turut membanting tulang dari kabupaten yang berbeda. Ibu sangat nrimo dengan keadaannya walaupun seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil, karakternya berbeda jauh denganku yang tidak akan tinggal diam dengan ketidak-adilan itu.

Sejak kecil aku adalah anak yang sulit menangis dan pendiam. Tapi ibu tau apa yang aku rasakan. Pernah suatu hari aku dihina oleh saudara jauhku yang kaya, karena pakaian dan mainanku yang tidak sebagus milik mereka. Itu hampir tiap hari terjadi, termasuk di sekolah aku yang kata teman-teman dan guru waktu SD dikatakan sebagai anak yang bodoh. Maklumlah mereka semua anak-anak orang kaya, karena aku sekolah di SD Favorit di Kecamatanku. Tiap aku pulang ke rumah ibu selalu ingin aku bercerita aktifitasku seharian, tapi aku lebih banyak diam dan berbicara seadanya. Ibu selalu bilang, “suatu saat pasti aku akan jadi anak yang membanggakan banyak orang. Asal mau bersabar dan berusaha dengan ikhlas karena Allah.” Aku hanya diam, namun dalam hatiku kukatakan, “Suatu hari pasti aku akan membanggakanmu ibu.”

Ibu sering menyisakan uang belanjaanya atau hasil menjual telur ayam piaraannya hanya untuk membelikanku buku anak-anak dan perlengkapan sekolah, jadi dulu walau aku dibilang jelek dan bodoh tapi aku punya perlengkapan sekolah yang lengkap dan aku rajin membaca karena aku selalu dibelikan buku-buku baru _atau sekedar mencarikan majalah bekas dari tetanggaku yang berlangganaan majalah Aku Anak Sholeh_

Aku tidak pernah diikutkan les diluar sekolah oleh ibu karena memang tidak ada biaya untuk itu, tapi aku harus belajar dimanapun dan tidak harus belajar pelajaran yang diterima dari sekolah saja. Ibu tidak pernah memaksaku untuk belajar, tapi bagaimana membuatku jadi senang membaca dan menulis. Walau SD aku dimasukkan di kelas anak-anak bodoh dan nakal, ibu tidak pernah marah. Tapi ibu selalu memberiku keyakinan, bahwa aku pasti bisa jadi terbaik. Do’a dan usaha ibu ternyata luar biasa, anak bodoh dan jelek ini akhirnya sejak duduk di kelas 5 SD bahkan sampai lulus SD selalu ada di 3 besar dan juga mampu memberikan prestasi di luar akademik untuk sekolah dan ibuku. Ibu hanya mengatakan, “pasti bisa asal bersabar dan berusaha dengan ikhlas karena Allah.”

Aku jadi ingat waktu kelas 5 SD dulu, saat ibu tahu ada kumpulan remaja akhlaqnya bagus, pandai dan aktif kegiatan, ibuku mencari tahu kesana-kemari siapa saja yang mengikutinya. Ternyata itu kumpulan anak-anak Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) yang tiap minggunya mengadakan pengajian keliling dari rumah ke rumah. Ibu mencari remaja yang dituakan sebagai pimpinannya, lalu memintanya untuk mengajakku. Akhirnya aku mengikuti organisasi tersebut hingga kini dan aku benar-benar belajar berbagai macam hal tentang kehidupan, perjuangan dan keikhlasan.

Ibu benar-benar inspirasi dan motivatorku untuk terus menjadi mausia yg bisa menghargai sekecil dan serendah apapun pekerjaan. Suatu hari aku akan membuatmu tahu dan merasakan dunia yang membuatmu selalu dicemooh orang lain. Ibu mohon do’amu, semoga dalam usaha meretas jalan ini aku bisa menjadi anak sholeh seperti majalah-majalah yang selalu kau berikan dulu padaku untuk ku baca. Tetap menghargai pekerjaan sekecil apapun. Menjadi kakak yang baik bagi adik-adik, meringankan bebanmu menjadikan mereka manusia-manusia yang luar biasa di Mata Allah. Beri aku kesabaran dan kekuatan untuk mencapainya.

“Memperoleh sesuatu dari kerja keras tangan sendiri akan membuat kita menghargai diri dan orang lain.”


Posting Komentar

5 Komentar

  1. hai aq fenti.semangat

    BalasHapus
  2. danik aq fenti arek andongsari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hello fen (aluk... hehe). yoih aku arek sumberan, podho2 semangat yo! ;)

      Hapus
  3. terharu....semoga mbak Danik berhasil mennggapai cita2 dan membuat bahagia abah dan ibu. Tetap semangat dlm mengarungi samudra kehidupan. Semoga Allah SWT memberikan kelancaran dan kesuksesan...Amiin ya Robbal 'Alamiin.

    BalasHapus